MANAJEMEN LABA
I.
Latar Belakang
Laporan keuagan merupakan sarana pengkomunikasian
informasi keuangan kepada pihak-pihak di luar korporasi. Laporan keuangan
tersebut diharapkan dapat memberikan informasi kepada para investor dan
kreditor dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan investasi dana mereka.
Dalam penyusunan laporan keuangan, dasar akrual dipilih karena lebih rasional
dan adil dalam mencerminkan kondisi keuangan
perusahaan secara rill, namun di sisi lain penggunaan dasar akrual dapat
memberikan keleluasaan kepada pihak manajemen dalam
memilih metode akuntansi selama tidak menyimpang dari aturan Standar Akuntansi
Keuangan yang berlaku. Pilihan akuntansi
yang secara sengaja dipilih oleh manajemen untuk tujuan tertentu dikenal dengan sebutan
manajemen laba atau earning management.
II.
Rumusan Masalah
Adapun
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
A.
Apa
yang dimaksud prinsip akrual laporan keuangan ?
B.
Bagaimana pemecahan permasalahan prinsip akrual?
C.
Bagaimana pemecahan kasus manajemen laba terhadap laporan
keuangan?
III.
Pembahasan
MANAJEMEN LABA
A.
Pengertian
Manajemen Laba
Schipper (1989) dalam Saiful (2004) mendefisinikan
manajemen laba sebagai salah satu intervensi dengan maksud tertentu terhadap proses pelaporan keuangan eksternal
dengan sengaja memperoleh beberapa keuntungan pribadi.
Healy dan Wahlen (1991) dalam Saiful (2004)
menyatakan bahwa manajemen laba terjadi ketika manajer menggunakan judgment dalam pelaporan keuangan dan penyusunan
transaksi untuk merubah laporan keuangan, sehingga menyesatkan stakeholder tentang kinerja ekonomi
perusahaan atau untuk mengetahui hasil yang berhubungan dengan kontrak yang
tergantung pada angka akuntansi yang dilaporkan.
B.
Faktor-faktor
Manajemen Laba
Faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen laba yaitu
sebagai berikut:
1.
The Bonus Plan Hypothesis
Pada perusahaan yang memiliki rencana pemberian
bonus, manajer perusahaan akan lebih memilih metode akuntansi yang dapat
menggeser laba dari masa depan ke masa kini sehingga dapat menaikan laba saat
ini. Hal ini dikarenakan manajer lebih
menyukai pemberian upah yang lebih tinggi untuk masa kini. Dalam kontrak bonus
dikenal dua istilah yaitu bogey (tingkat
laba terendah untuk mendapatkan bonus) dan cap
(tingkat laba tertinggi). Jika laba dibawah bogey, tidak ada bonus yang diperoleh
manajer sedangkan laba berada di atas cap,
manajer tidak akan dapat bonus tambahan. Jika laba bersih di bawah bogey, manajer cendurung memperkecil
laba dengan harapan memperoleh bonus lebih besar pada periode berikutnya,
demikian pula jika laba berada diatas cap,
jadi hanya jika laba bersih derada diantara bogey
dan cap, manajer akan berusaha menaikkan laba bersih perusahaan.
2.
The Debt to Equity Hypothesis (Debt
Covenant Hypothesis)
Pada perusahaan yang mempunyai rasio Debt to Equity Hypothesis tinggi,
manajer perusahaan cenderung menggunakan metode akuntansi yang dapat
meningkatkan pendapatan laba. Perusahaan dengan rasio Debt to Equity Hypothesis yang tinggi akan mengalami kesulitan dalam memperoleh dana
tambahan dari pihak kreditor bahkan perusahaan terancam melanggar perjanjian
utang.
3.
The Political Cost Hypothesis (Size Hypothesis)
Pada perusahaan besar yang memiliki biaya politik
tinggi, manajer akan lebih memilih metode
akuntansi yang menangguhkan laba yang dilaporkan dari periode sekarang ke periode masa mendatang sehingga dapat memperkecil laba yang dilaporkan. Biaya
politik muncul dikarenakan profitabilitas peruasahaan yang tinggi dapat menarik
perhatian media dan konsumen.
C.
Tujuan
Manajemen Laba
Manajemen laba dilakukan dengan tujuan mengelabui
pemakaian laporan keuangan. Pemahaman ini sejalan dengan teori agensi yang
menyatakan bahwa pemisahan kepemilikan dan pengelolaan perusahaan akan
mendorong manajer untuk berusaha memaksimalkan kesejahteraan, meski harus
mengelabui pihak lain.
D.
Strategi Manajemen Laba
pada Laporan Keuangan
Terdapat
tiga jenis strategi manajemen laba :
a. Meningkatkan
Laba (Increasing Income) adalah meningkatkan laba pada periode kini untuk
membuat perusahaan dipandang lebih baik. Cara ini juga memungkinkan peningkatan
laba selama beberapa periode.
b. Pengurangan
laba (Big Bath) adalah penghapusan laba sebanyak mungkin pada satu periode.
Periode yang dipilih biasanya periode dengan kinerja yang buruk atau peristiwa
saat terjadi satu kejadian yang tidak biasa seperti perubahan manajemen,
merger, atau restrukturisasi.
c. Perataan
laba (Income Smoothing) merupakan bentuk umum manajemen laba, dimana manajemen
akan meningkatkan atau menurunkan laba yang dilaporkan untuk mengurangi
fluktuasi. Perataan laba juga mencakup tidak melaporkan bagian laba pada periode
baik dengan menciptakan cadangan atau “bank” laba dan kemudian melaporkan laba
ini pada saat periode buruk.
Contoh untuk
perataan laba adalah pada saat pembuatan faktur penjualan misalnya: penjualan
yang sebenarnya untuk periode yang akan datang pembuatan fakturnya dilakukan
pada periode ini dan dilaporkan sebagai penjualan periode ini, pembuatan
pesanan atau penjualan fiktif, Downgrading (penurunan) produk misalnya
dengan cara mengklasifikasikan produk yang belum rusak kedalam kelompok produk
yang rusak dan selanjutnya dilaporkan telah terjual dengan harga yang lebih
rendah dari harga yang sebenarnya.
Contoh lain pada
unsur biaya misalnya: memecah faktur untuk sebuah pembelian/pesanan dipecah
menjadi beberapa pembelian/pesanan dan selanjutnya dibuatkan beberapa faktur
dengan tanggal berbeda kemudian dilaporkan dalam beberapa periode akuntansi, mencatat
prepayment (biaya dibayar dimuka) sebagai biaya, misalnya melaporkan
biaya advertensi dibayar dimuka untuk tahun depan sebagai biaya advertensi
tahun ini.
E.
Hubungan Manajemen Laba
terhadap Penyajian Laporan Keuangan
Upaya
mempengaruhi informasi keuangan disebut dengan manajemen laba. Secara umum
manajemen laba dapat dilakukan karena dasar pencatatan transaksi yang dipakai
adalah akrual. Akuntansi berbasis akrual berusaha mencatat semua pengaruh
keuangan yang terjadi dalam suatu transaksi dan peristiwa yang mempunyai
konsekuensi kas untuk perode bersangkutan. Laporan keuangan yang disusun dengan
menggunakan basis akrual dapat memberikan informasi yang lebih lengkap dan
komprehensif, hal ini yang membuat laporan keuangan lebih relevan dengan
kebutuhan pemakai informasi ini dibandingkan dengan laporan keuangan basis kas.
Pada
dasarnya pemakai laporan keuangan ingin mengetahui kinerja yang telah dicapai
oleh perusahaan bersangkutan secara utuh. Oleh karena itu, manajemen laba dapat
dikatakan sebagai upaya manajerial untuk mengintervensi informasi dalam laporan
keuangan dengan cara memanfaatkan kebebasan memilih dan menggunakan metode
akuntansi dan menentukan nilai estimasi akuntansi. Meskipun demikian, secara
praktis aktivitas rekayasa manajer ini sulit untuk dideteksi. Pemakai laporan
keuangan akan merasa kesulitan untuk mengetahui apakah informasi itu telah
direkayasa atau tidak hanya dengan melihat dan membaca informasi itu.
Ada
dua keterbatasan pemakai laporan keuangan dalam menginterpretasikan laporan
keuangan untuk mendeteksi manajemen laba, yaitu pertama kriteria penyajian
laporan keuangan rawan terhadap kebijakan manajerial yang merupakan
fleksibilitas dalam menghitung laba karena akuntansi memang memberikan peluang
bagi manajer untuk mencatat fakta dengan cara tertentu dan mengestimasi secara
subjektif. Kedua, tidak ada observasi yang sempurna terhadap kebijakan
manajerial, mengingat tidak semua kebijakan manajerial dapat diobservasi oleh
pemakai laporan keuangan. Bahakan jika kebijakan itu diungkapkan dalam laporan
keuangan sekalipun.
Upaya-upaya
rekayasa inilah yang membuat informasi yang disajikan dalam laporan keuangan
menjadi tidak relevan dengan kebutuhan pemakainya. Informasi yang telah
direkayasa hanya relevan dengan kebutuhan pihak-pihak tertentu, khusus manajer.
Apalagi penyelewengan itu sebenarnya telah mengakibatkan informasi keuangan
menjadi tidak relevan, netral, lengkap, serta tidak mempunyai daya banding dan
daya uji lagi. Sementara kebutuhan dan kepentingan pihak lain atau stakeholder
untuk memperoleh informasi yang berkualitas menjadi terabaikan
IV.
Kesimpulan
Manajemen laba tidak boleh dilakukan
karena tujuan manajemen laba adalah melakukan rekayasa agar sesuai dgn apa yang
diinginkan oleh pembuat manajer laba, maka hal ini tidak sesuai dengan etika
dan akuntansi